Senin, 07 Maret 2011

UMI

Saya terasa terpanggil untuk berkongsi sebuah cerita yang bagi saya amat penting untuk kita bersama renung dan fikirkan. Bukan cerita hantu, bukan pula cerita anak yang menangis di malam hari. Melihat anak-anak sendiri berjaya dalam kehidupan merupakan keinginan setiap dari ibu bapa. Kepayahan membesarkan anak-anak merupakan sesuatu yang tiada nilainya sehingga walaupun kita membuat penilaian sendiri tentang harga yang mungkin boleh kita bayar, pastinya anggaran kita itu salah sama sekali. Pengorbanan ini memang tiada  terbandingnya. Saya menceritakan cerita ini dengan watak seorang ibu yang saya gambarkan wataknya sebagai "umi" bersama beberapa orang anaknya. Umi seorang ibu yang hebat kerana walaupun dia sudah berusia dan telah kematian suami, dia masih sanggup merawat seorang anaknya yang mempunyai masalah mental. Umi membesarkan anak-anaknya yang lain sehingga masing-masing berhasil dan hidup dalam keadaan senang. Ada anak umi yang menjadi agamawan dan ada juga yang menjadi pegawai tinggi. Walaupun anaknya masing-masing telah hidup dalam keadaan senang, umi masih menetap di rumah yg usang bersama anaknya yang sakit itu. Anak-anak umi juga berjasa baik karena telah menghantar umi mengerjakan haji disaat-saat usianya yang semakin senja. Segala-galanya nampak baik dan sempurna pada kehidupan keluarga umi. Ketika itu umi dalam kehidupan yang amat baik. Lumrah dunia, tatkala usia melewati senja, keadaan ksehatan umi mulai menampakkan penurunan. Umi mulai sakit dan tidak berdaya untuk bangun. Alhamdulillah, anak-anak umi mengambil peranan menjaga umi secara bergilir-gilir. Segala-galanya tampak baik dan sempurna pada permulaannya. Namun, sifat kejahilan manusia mula memakan sifat kasih sayang. Anak-anak umi mulai saling bertengkar mengenai giliran menjaga umi. Pertengkaran itu tanpa segan sili berganti di hadapan umi, betapa pilu hati umi mendengar pertengkaran itu. Seorang anak ingin keadilan dalam penjagaan, dia tidak mau selalu yang menjaga. Seorang anak lagi mau jangan terlampau  dalam soal penjagaan umi. Seorang lagi mulai menjauhkan diri karena tidak mau menjaga umi. Pertengkaran ini kadangkala menyaksikan berbagai drama yang tanpa sadar, menjadi tontonan masyarakat setempat. Anak umi yang sakit itu pula telah terabai, adik-beradik lain seolah-olah tidak mahu bertanggaungjawab terhadap adik mereka. Jika dulu umi yang bertanggungjawab memberikan dia makan obat mengikut jadwal, namun kini tiada lagi. Keadaan anak umi yang sakit mental itu semakin serius karena tiada siapa yang menjaga makan minum dan obat-obatannya. Anak-anak umi yang bertengkar mengenai soal penjagaan mula menetapkan jadwal setiap seorang menjaga umi untuk seminggu dan ditukar secara bergilir. Jika ada yang terlambat mengambil umi pada masa yang ditetapkan, maka pertengkaran hebat akan berlaku. Walaupun kadangkala hanya lambat sehari. Dengan keadaan sakit dan tidak dapat bangun, umi terpaksa menggagahkan diri berpindah  setiap minggu. Kesedihan umi melihat sikap anak-anaknya tidak tertanggung lagi. Tatkala malam, umi menangis meluahkan perasaan. Tangisan umi dapat didengari oleh tetang2 yg lain. Suara tangisan yang mengharapkan simpati agar difahami keinginan seorang ibu yang menderita dikala usia meniti pengujung hidup. Anak-anaknya tetap begitu. Walaupun anak bergelar agama, tetapi bukan itu jaminan untuk anaknya mengerti perasaan umi. Demikianlah yang berlaku dalam kehidupan masyarakat kita kini. Ibu yang satu bisa menjaga anak yang berpuluh. Anak yang berpuluh belum tentu mampu menjaga ibu yang satu. Adakah ada lagi tangisan umi diwaktu malam hari? Adakah tangisan itu akan menjadi sepi hanya apabila umi memejamkan mata tatkala anak-anaknya saling menolak sesama mereka dalam menjaga umi? Adakah mata umi akan terpejam apabila "tersepit" dalam keadaan itu? Saya menyeru diri saya dan rekan pembaca agar kita jangan sesekali menjadikan ibu atau ayah kita senasib dengan nasib umi. Jangan biar ada tangisan ke dua yang mendayu lagu yang sama. Biarlah malam itu dipenuhi dengan tangisan hantu, tetapi tidak sesekali dipenuhi dengan tangisan seorang ibu. "Kejayaan seorang anak hanya akan terbukti apabila ibunya mati dalam keadaan kebahagian dan ketenangan, bukan pada kekayaan yang dilimpahkan ........

More About : 

0 komentar:

Posting Komentar